Minggu, 08 Mei 2016

Kerajaan Islam di Maluku



BAB I
PENDAHULUAN



A.   LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
          Nawashib ketika sudah berkuasa di jaziroh Arob maka mereka terus menerus menghina dan mengejarAhlul Bait hingga mereka yang bermukim di negri Haromain (Makkah dan Madinah) melarikan diri menuju Hadromaut di Yaman dan mereka menetap hanya beberapa lama di sana, karena bala tentara Nawashib terus mengejar mereka, kemudian mereka melanjutkan perjalanan dengan menyebrangi Samudra Hindia, dalam waktu beberapa bulan kemudian mereka sampai di Kepulauan Seribu (Maluku), sesampainya di negri ini mereka mendapati keindahan dan kekayaan alam yang sangat jauh berbeda dengan apa yang ada di negri asal mereka, di negri Kepulauan Seribu ini mereka tidak mendapati suatu kaumpun melainkan hanya kaum yang berbangsa Arifuru, yang ciri-ciri mereka adalah tidak berpakaian melainkan hanya mengenakan sehelai kain atau kulit untuk menutupi dubur dan kemaluan mereka, mereka (yang berasal dari jaziroh Arob) itu kemudian menda'wahi orang-orang Arifuru hingga ada dari mereka masuk Islam, adapun yang enggan untuk masuk Islam dari bangsa Arifuru ini maka mereka melakukan perpindah ke pedalaman di pulau Seram dan ke pedalaman di pulau Buru.
       Para keturunan Arob itu kemudian mukim di Kepualuan Seribu hingga beranak keturunan, dari sinilah mereka dinamai dengan "orang-orang negri" yaitu orang-orang yang pertama kali mendatangi Kepulauan Seribu, karena keberadaan mereka banyak, maka mereka berpencar-pencar, ada dari mereka yang ke Uli Hatuhaha dari keturunan mereka itu melahirkan marga Marasabessiy, ada dari mereka yang ke pulau Banda dari keturunan ini melahirkan marga Nurbattiy, ada pula yang ke pulau Seram dari keturunan ini melahirkan marga Wakano, ada yang ke Tulehu melahirkan keturunan bermarga Ohorella, dan masih sangat banyak dari mereka yang terpencar-pencar kebeberapa daerah lainnya di Kepulauan Seribu, dari mereka ini melahirkan banyak marga diantaranya marga Lessiy, Nurlette At-Tamimiy dan sebagian lagi dari mereka yang merasa sebagai para "Habib" menggunakan marga As-Seggaf.
       Ketika masyarakat dari tiap-tiap daerah itu sudah bertambah dan berkembang maka mulailah masing-masing tempat mendirikan kerajaan-kerajaan Islam, dengan keberadaan kerajaan Islam itu dinamailah Kepulauan Seribu dengan nama Maluku, yang diambil dari bahasa Arob yaitu "Mulk" yang berma'na kerajaan.
       Dengan semakin tersebar luasnya berita tentang kekayaan alam di bumi Kepulauan Seribu (Maluku) maka mengakibatkan banyak dari suku-suku di Nusantara berdatangan ke Maluku, diantaranya adalah dari suku  Buton, Bugis, Makassar dan Jawa, bahkan banyak pula bangsa-bangsa di luar Nusantara berdatangan, diantara bangsa-bangsa itu adalah Spanyol dan Protugis, kemudian disusul oleh Inggris dan Belanda.
       Dengan kedatangan mereka ini mengakibatkan pertentangan dengan masyarakat di Kepulauan Seribu, karena mereka beragama Islam sedangkan para pendatang asing itu beragama Kristen, juga mereka orang-orang asing itu menyerukan kepada faham mereka berupa kekafiran dan penglegalan kema'siatan dan perbuatan keji maka terjadilah perlawanan dan peperangan.
       Pada tahun 1637 Masehi, kerajaan Islam di jaziroh Hual Mual (Seram) bangkit melakukan perlawanan terhadap para penjajah asing itu, dan ketika itu yang menjadi kapitan adalah Lessiy, dari sinilah kemudian muncul marga Lessiy.
       Diantara daerah Hua Mual yang menjadi incaran dan target bangsa kafir Barat adalah Luhu hingga ke kampung bawahannya Kambelu. Karena di Kepulauan Seribu telah dibentuk kerajaan-kerajaan Islam dan telah ada ikatan persaudaraan seagama maka ketika kerajaan Islam lainnya yang berada di Nusaniwe dan di kepulauan-kepulauan lainnya mendengar bahwa di jaziroh Hual Mual (Seram) telah terjadi peperangan melawan penjajah kafir Barat itu, maka dari tiap-tiap kerajaan mengutus bantuan berupa bala tentara. Yang mengambil peran penting dalam memberi bantuan ini adalah pemimpin Nusaniwe yang dia bergelar Risakotta, karena dahulunya dia adalah termasuk salah satu kapitan di kerajaan Hual Mual (Seram).

B.   RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana latar belakang lahirnya setiap kerajaan Islam di Maluku ?
2.    Bagaimana proses masuknya Islam pada kerajaan-kerajaan Islam di Maluku ?
3.    Bagaimana pengaruh Islam pada kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Maluku ?

C.   TUJUAN PENULISAN
       1.    Memahami latar belakang lahirnya setiap kerajaan Islam di Maluku.
       2.    Mempelajari proses masuknya Islam pada kerajaan-kerajaan Islam di Maluku.
       3.    Mengetahui pengaruh Islam pada kerajaan-kerajaan Islam di Maluku

D.   MANFAAT PENULISAN
       Banyak penjelasan tentang masuknya Islam di daerah tetangga Maluku karena adanya pengaruh dari kerajaan-kerajaan Islam di Maluku. Yang sangat menarik bagi kami selaku penyusun adalah untuk memahami, mempelajari atau menganalisa masuknya Islam di Maluku itu sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN

LATAR BELAKANG, PROSES MASUKNYA ISLAM DAN PENGARUH ISLAM PADA KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI MALUKU

A.   Kerajaan Nunusaku dan Kerajaan Sahulau
       1.    Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Nunusaku dan Kerajaan Sahulau
AlfuruNunusaku adalah salah satu kerajaan besar tertua yang berada di  Pulau Seram bahkan keberadaanya diyakini jauh sebelum masehi (SM). Nunusaku merupakan Kerajaan yang diyakini sebagai asal usul semua masyarakat adat yang ada di Maluku. Menurut para Sejarawan belanda seperti Kenedy, Devendak dan Frank Cooley, usia Pulau Seram ± sekitar 3000 juta tahun atau ± 3 miliar tahun. Dengan demikian kerajaan ini merupakan kerajaan yang sangat tua yang diperkirakan telah ada sebelum zaman batu, namun hancurnya kerajaan Nunusaku sudah pada jaman besi, hal ini dibuktikan dengan adanya parang-parang serta tombak yang  digunakan para kapitan untuk berperang yang terbuat dari besi. Kerajaan Nunusaku dilambangkan dengan Pohon Beringin Tua, mengingat di Kerajaan Nunusaku dahulu banyak terdapat Pohon Beringin dan dianggap sebagai pelindung Kerajaan Nunusaku.
       Kerajaan Nunusaku tidak runtuh, pemerintahannya tetap dipimpin oleh seorang Latu dengan dibantu  Patti, seluruh perangkat pemerintahannya masih tetap berlanjut hanya kekuasaan pemerintahan berpindah ke Sahulau. Sahulau adalah kerajaan islam di Maluku yang merupakan kerabat Nunusaku. Pada pemerintahan kerajaan Sahulau inilah lahir ide-ide brilian seperti masalah rentang kendali maka dibentuklah kerajaan-kerajaan kecil (Provinsi dan Kabupaten) yang dipimpin juga oleh seorang Latu. Masa kejayaan kerajaan Sahulau berada pada masa pemerintahaan Ina Latu Kabasaran, seorang wanita cantik dan berwibawa. Gelar kabasaran ini adalah ucapan orang-orang melayu pada waktu itu. Karena kekuasaan kerajaan Sahulau sampai ke tanah melayu.
2.    Proses Masuknya Islam di Kerajaan Nunusaku dan Kerajaan Sahulau
              Sulitnya sumber tentang proses masuknya Islam di Kerajaan Nunusaku dan Kerajaan Sahulau tidak mematahkan semangat kami selaku penusun. Kami hanya menemukan sumber yang menyatakan bahwa Pemeluk Islam pertama adalah Kapiten Nunusaku Kapitan Iho Lussy yang berguru kepada Maulana Zainal Abidin, setelah Iho Lussy memperoleh ilmu agama Islam yang cukup, maka beliau pun aktif berdakwah seperti gurunya. Sebagian besar penduduk di daerah Seram memeluk agama Islam adalah berkat jasa kedua pendakwah ini. Setelah Kapitan Iho Lussy wafat maka tugas dakwah Islam dilanjutkan oleh anaknya yaitu Muhammad Lussy. Jadi yang memimpin Kerajaan Sahulau masih keturunan langsung dari kerajaan Nunusaku.
       3.    Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Nunusaku dan Kerajaan Sahulau
       Pemegang jabatan patti di kerajaan sahulau adalah keturunan patti dari kerajaan nunusaku begitu seterusnya. Pada pemerintahaan kerajaan Sahulau inilah lahir ide-ide brilian seperti masalah rentang kendali maka dibentuklah kerajaan-kerajaan kecil (provinsi dan kabupaten) yang mana dipimpin juga oleh seorang latu. Masa kejayaan kerajaan sahulau berada pada masa pemerintahaan Ina Latu. Gelar kabasaran ini adalah ucapan orang-orang melayu pada waktu itu.  Karena kekuasaan kerajaan Sahulau sampai ke tanah Melayu. ketika kerajaan Sahulau melakukan perjanjian kerjasama dengan pemerintah Jerman menandakan kerajaan nunusaku masih ada dan tidak pernah runtuh.

B.   Kesultanan Ternate
       1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Ternate
 Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga). Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Ternate
Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku Utara khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
       3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Ternate
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).


C.   Kesultanan Tidore
       1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Tidore
 Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan agama resmi Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
       3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Tidore
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugal melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugal, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, sebagian Halmahera, Raja Ampat, Kai, dan sebagian Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Sultan Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali Kepulauan Maluku.

D.   Kesultanan Jailolo
       1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Jailolo
Sebelum abad ke-17, ada satu kerajaan Islam, Kesultanan Jailolo, yang berpusat di Pulau Halmahera, pulau terbesar di Maluku Utara. Menurut legenda yang sempat dicatat sampai abad ke-14, kesultanan Jailolo merupakan kerajaan tertua di Maluku Utara hingga pada akhir abad ke-17 tidak tercatat lagi secara administratif karena dianeksasi oleh Kesultanan Ternate dengan bantuan VOC.
Sejak saat itu, seluruh kawasan di utara dan selatan Pulau Halmahera tergabung ke dalam wilayah kekuasaan Ternate. Sedangkan wilayah tengah Halmahera menjadi bagian kekuasaan Tidore. Sistem pemerintahan yang dibangun di Halmahera kemudian disesuaikan dengan kepentingan VOC. Membangun kantor perwakilan untuk penyediaan tenagakerja murah dan bahan pangan. Salah satu metode yang diterapkan adalah sistem upeti.
Setelah peristiwa aneksasi Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, muncul kembali upaya menghidupkan kembali Kesultanan Jailolo dari masyarakat Halmahera Utara. Upaya itu dimulai pada dekade pertama abad ke-19. Sayangnya hingga pertengahan abad ke-19, upaya itu tidak berkelanjutan.
2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Jailolo
Islamisasi di Kesultanan Jailolo karena Jailolo saat itu merupakan Kerajaan yang memperoleh pengaruh dari Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore bahkan beberapa sumber menjelaskan bahwa Raja Jailolo merupakan keturunan dari Kerajaan Ternate dan Tidore.
       3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Jailolo
       Kami tidak menemukan pengaruh Islam di Kerajaan Jailolo, namun sumber yang kami temukan hanyalah Perang Jailolo yang mana saat itu Kerajaan Jailolo ditaklukkan oleh Kerajaan Ternate sehingga Kerajaan Jailolo posisinya merupakan Kerajaan taklukan Kerajaan Terajaan Ternate. Pada masa Pemerintahan Sultan Khairun (1540-1570) di Ternate, Kesultanan Jailolo pada saat itu di pimpin oleh Sultan Katara Bumi yang berkedudukan di jailolo utara. Tercatat dalam sejarah bahwa Sultan Katara Bumi bersama Kesultanan Tidore berkuasa di masa laksamana Spanyol, Villalobos (1542) menyerang portugis di ternate yang akhirnya berlanjut menjadi perang Jailolo. Namun akibat dominasi pengaruh Portugis di Kesultanan Ternate pada masa itu sangat kuat dan adanya dukungan kekuatan Spanyol pada Kesultanan Tidore maka Kesultanan Ternate Berhasil menaklukkan Kesultanan Jailolo pada masa perang jailolo, perang Jailolo tercatat dalam sejarah bertepatan dengan masa Misionaris Jesuit yang terkenal di Maluku, yaitu Fransiskus Xaverius. Pasca penaklukan Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, Portugis dan Spanyol pada akhirnya telah menempatkan Kerajaan Jailolo di bawah Kekuasaan Kesultanan Ternate.

E.   Kesultanan Bacan
       1.    Latar Belakang Lahirnya Kesultanan Bacan
Kedudukan awal Kerajaan Bacan bermula di Makian Timur, kemudian dipindahkan ke Kasiruta lantaran ancaman gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan rakyat Bacan adalah orang Makian yang ikut dalam evakuasi bersama rajanya. Diperkirakan, Kerajaan Bacan didirikan pada tahun 1322. Tidak jelas bagaimana proses pembentukannya tetapi bisa ditaksir sama dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Maluku, yakni bermula dari pemukiman yang kemudian membesar dan tumbuh menjadi kerajaan.
Raja pertama Bacan, menurut hikayat tersebut adalah Said Muhammad Bakir, atau Said Husin, yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang Bertahta Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Raja pertama ini berkuasa selama 10 tahun, dan meninggal di Makian. Pada 1343, bertahta di Kerajaan Bacan Kolano Sida Hasan. Dengan bekerja sama dengan Tidore, Sida Hasan berhasil merebut kembali Pulau Makian dan beberapa desa di sekitar Pulau Bacan dari tangan Raja Ternate, Tulu Malamo.
2.    Proses Masuknya Islam di Kesultanan Bacan
Pada zaman dahulu kala pulau Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan menyatu dalam satu semenanjung, yang dinamakan Tanah Gapi. Kemudian datanglah seorang saudagar sekaligus pendakwah dari Jazirah Arab yang bernama Jafar Sadek ke Tanah Gapi. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521.
       3.    Pengaruh Islam pada Masa Kesultanan Bacan
Masyarakat Bacan pada masa sebelum masuknya pengaruh Islam merupakan sebuah Kolano, yang didasarkan ikatan genealogis dan teritorial. Setelah Islam masuk sekitar tahun 1322, organisasi sosialnya mengambil bentuk Kesultanan dan Agama Islam sebagai faktor pengikat. Di Maluku Utara ada empat Kolano dan Kesultanan, di samping Bacan adalah Ternate, Tidore, dan Jailolo, yang kesemuanya disebut Moloko Kie Raha. 

F.    Kerajaan Tanah Hitu
       1.    Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Tanah Hitu
Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Tagglukabessy, Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis di dalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.
2.    Proses Masuknya Islam di Kerajaan Tanah Hitu
Kedatangan Empat Perdana itu ke Tanah Hitu secara periodik :
a.         Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis. Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.
b.        Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.
c.         Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari : Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban. Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa dia ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala dia singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
d.        Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan dia, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan dia tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.
e.         Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
f.         Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
g.        Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.
h.        Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari Kapitan Hitu I.
i.           Sebagai Pendatang terakhir adalah Pattiwane (nama gelaran) dari Tuban tiba di Tanah Hitu sebelum tahun 1468 sementara yang tiba tahun 1468 adalah anaknya yang bernama Kiyai Patty (gelaran)yang diutus ke Tuban untuk mempelajari dan memastikan sistem pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu, Dia tiba pada waktu dhuhur (Waktu Salat) tengah hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Malakone artinya biru Tua sesuai corak warna langit pada waktu siang (waktu salat), Dia Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu marga Ollong. Pattiwne disebut juga Perdana Pattituban.
       3.    Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Tanah Hitu
Awal mula pengaruh Islam adalah dengan kedatangan Empat Perdana tersebut, Kerajaan Hitu akhirnya terbentuk atas musyawarah. Dilakukan dengan menentukan salah satu raja dari salah satu perdanana yang ada. Dengan keputusan berdasarkan kemufakatan masyarakat. Sejak itulah kerajaan berdiri dengan kerukunan dan kejayaan dalam hal pertanian dan perdaganga. Sehingga Belanda begitu tertarik untuk menguasai daerah ini. Keempat Perdana tersebut pula yang sampai darah terakhir mencoba untuk mempertahankan tanah mereka dengan segala keasriannya. Meski akhirnya terdesak dan mengaku kalah.





BAB III
PENUTUP



A.   KESIMPULAN
Berdarasrakan uraian dan penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa Walisongo banyak berperan dalam proses Islamisasi di Maluku, dan sekitarnya Gerakan dakwah yang kultural serta sikapnya yang mampu membaur dengan masyarakat dan mengakulturasikan antara budaya pribumi dengan ajaran dan Syariat Islam membuat kiprah dakwah mereka berhasil.Sebagian besar masyarakat pribumi saat itu masih menganut ajaran Hindu-Budha yang juga sebagai ajaran resmi dianut Kerajaan Majapahit.
Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.
Peninggalan-peninggalan tersebut yang paling nyata adalah Mesjid tua Wapauwe ini terletak dekat dengan Benteng Amsterdam di desa Kaitetu, Kabupaten Hila, Provinsi Maluku. Untuk mengunjungi mesjid ini dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan menggunakan bis umum dari Ibukota Maluku, kota Ambon.

B.   SARAN
       Tidak ada manusia yang sempurna yang ada hanyalah saling menyempurnakan. Tentunya hal ini dapat direalisasikan atau diaplikasikan ketika kita saling memberikan saran dan kritik bukan untuk saling menjelekkan tetapi saling menutupi kekkurangan dan membuat diri kita dan orang lain selalu berarti.


Tidak ada komentar: